peraturan pajak umkm

Mengenal Aturan Lengkap dan Terbaru Mengenai Pajak untuk UMKM

Memahami Peraturan Pajak UMKM berarti mengetahui persenan serta cara menghitung pajak final. Hal ini tidak boleh dilupakan ketika tengah mengelola PPh Final berdasarkan ketentuan pajak untuk usaha kecil dan menengah.

Ada pula beberapa jenis pajak yang dikenai berbeda kepada setiap Wajib Pajak. Wajib pajak yang dimaksud tidak terkecuali para pelaku usaha kecil atau UMKM. Regulasi pajak pun kerap berubah. Karena itu, kenali setiap pajak yang wajib dilaporkan dan dibayarkan setiap tahun lewat penjelasan berikut!

Omset di Bawah Rp500 Juta Bebas Pajak

Berdasarkan Pasal 7 Ayat (2a) dalam UU HPP, dinyatakan bahwa WP orang pribadi dengan bruto yang beredar hingga Rp500.000.000 dalam satu tahun tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Artinya, bila omset Anda kurang dari Rp500 juta setiap tahun, maka status bebas pajak dalam PPh adalah final.

Namun, jika omsetnya ternyata lebih dari atau di atas Rp500.000.000, maka pengusaha harus membayar pajak UMKM sebesar 0,5%. Kebijakan ini berlaku mulai Tahun Pajak 2022 dan ditujukan kepada pelaku usaha ultra mikro, mikro, serta usaha kecil.

Berdasarkan aturan pajak untuk UMKM sebelumnya, yaitu PP No. 23 Tahun 2018, dikatakan bahwa omset UMKM yang kurang dari Rp4,8 miliar satu tahun akan dipungut pajak final sebesar 0,5%.

Artinya, seluruh tarif pajak UMKM 2022 dipukul rata, dengan omset Rp10 juta dan Rp1 miliar per tahun sama-sama dibebankan PPh Final sebesar 0,5%.

Bagaimana Kewajiban Pajak UMKM?

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, Peraturan Pajak UMKM berlaku bila omset usahanya mencapai nilai Rp500.000.000 setiap tahun. Lalu, sebagai pengusaha, berikut ini adalah jenis pajak yang harus dilaporkan dan dibayarkan setiap tahun.

1. Pajak Bulanan

Pajak Masa adalah istilah untuk pajak yang dilaporkan dan dibayarkan setiap bulan, yakni terdiri dari sebagai berikut.

A. PPh Pasal 21

UKM dengan jumlah pegawai yang termasuk dalam kategori dikenakan pajak penghasilan, PPh 21 wajib dipotong dari gaji, upah, tunjangan, honorarium, serta pembayaran dengan nama dan bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, serta kegiatan WP Dalam Negeri pekerja.

Lalu, PPh 21 yang sudah dipotong disetorkan ke dalam kas negara. Selanjutnya, pemilik usaha harus memberikan lembaran bukti pemotongan PPh 21 kepada pegawai atau karyawan yang bersangkutan itu.

B. PPh Pasal 23

PPh Pasal 23 sendiri lebih diarahkan kepada usaha dengan skala menengah. Kewajiban ini dilaksanakan bila pelaku usaha bertransaksi dengan pembayaran dividen atau pembagian keuntungan ke pemegang saham yang bentuknya perusahaan, dengan nominal kepemilikan maksimal adalah 25%.

Kemudian, wajib pajak juga dilakukan saat perusahaan membayarkan royalti, bunga pinjaman kecuali pada bank, pembayaran hadiah, serta penghargaan dan bonus yang lain dipotong PPh Pasal 21.

Selanjutnya adalah, apabila perusahaan membayar sewa terhadap penggunaan harta, membayar imbalan yang berkaitan dengan jasa manajemen, jasa teknik, jasa konsultan, jasa konstruksi, serta jasa lain berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015.

Maka, pelaku usaha yang bertransaksi PPh 23 wajib memotong nilai pajak dari WP Badan Dalam Negeri atau WP Orang Pribadi.

C. PPh Pasal 26

Peraturan Pajak UMKM berikutnya ialah PPh Pasal 26, yang dibayarkan ketika melakukan transaksi dengan Wajib Pajak Luar Negeri. Transaksi ini dapat berupa pembayaran jasa, gaji, bunga, dividen, royalti, sewa, serta pembayaran lain yang ada di PPh 21 dan PPh 23.

Pelaku usaha dapat memotong PPh 26 atas transaksi itu dari Wajib Pajak LN, entah itu WP Badan Asing atau WP Orang Pribadi Asing.

D. PPh Pasal 4 Ayat (2)

Kewajiban pajak berikutnya adalah pajak penghasilan atas transaksi jenis sewa tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, dividen yang dibayar ke orang pribadi, serta penghasilan atas usaha yang dilakukan jasa konstruksi.

Kemudian, pemotongan pasal ini terhadap pajak UMKM sifatnya adalah final. Jadi, penghasilan yang sudah dipotong tidak dihitung kembali di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan.

E. Pajak Final UMKM (PP 23/2018)

Peraturan ini merupakan PPh Final yang wajib diketahui oleh pengusaha UMKM. PPh Final diperoleh dari penghasilan usaha yang didapatkan oleh Wajib Pajak dengan nominal tertentu dari peredaran bruto. Namun, PP 23/2018 ini sesungguhnya bersifat insentif untuk pelaku UKM.

Terkhusus bagi Wajib Pajak Badan yang diperbolehkan memilih jenis tarif PPh Final UMKM ini, sebab nilainya lebih kecil daripada biaya PPh Badan Normal yang nilainya tembus sampai dua digit.

WP Badan yang dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM berdasarkan PP 23/2018 mempunyai jangka waktu yang bervariasi berdasarkan kategori usahanya; entah itu koperasi, firma, CV, atau PT.

F. PPN

Untuk pelaku usaha juga wajib membayarkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) setelah dikukuhkan sebagai suatu PKP (Pengusaha Kena Pajak). Walaupun omset WP Pribadi atau WP Badan masih di bawah Rp4,8 miliar, jenis ini bisa memilih sebagai suatu PKP.

Pelaku usaha yang menjadi PKP diwajibkan untuk menerbitkan Faktur Pajak, bisa mengkreditkan Pajak Masukan yang dibayarkan berlebih menjadi pengurang pajak ketika menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.

PPN terutang juga dapat dikreditkan untuk masa selanjutnya, atau dapat memilih restitusi (pengembalian pajak yang dibayar berlebih).

2. Pajak Tahunan

Sementara itu, Peraturan Pajak UMKM yang wajib dilaporkan atau dibayarkan dalam jangka waktu tahunan disebut sebagai Tahunan Pajak. Yakni PPh Badan, di mana ini dikenai pada pelaku usaha skala menengah. Pajak dibayarkan sekali setahun lewat angsuran PPh 25 yang dibayarkan sekali sebulan.

Cara Menghitung Pajak UMKM

Berdasarkan PP 23/2018, menghitung pajak UMKM dapat dilihat melalui contoh berikut.

Misalnya, Anda adalah salah satu dari pelaku UMKM Sumatera Utara yang menjual baju dengan omzet Rp1,2 miliar dalam setahun, atau Rp100 juta setiap bulannya. Omset per bulan kemudian dikali 0,5%.

Maka, PPh Final UMKM setiap bulan = 0,5% x Rp100.000.000 = Rp500.000
PPh Final UMKM satu tahun = 12 x Rp500.000 = Rp6.000.000

Sementara itu, berdasarkan UU HPP, menghitung pajak UMKM dapat disimak melalui perhitungan berikut ini.

Dengan kasus yang sama, perhitungan omset satu tahun dikurangi dengan PTKP. Hasilnya berupa PKP (Penghasilan Kena Pajak) dikalikan tarif pajak sebesar 0,5%.

Maka, PKP = Rp1.200.000.000 – Rp500.000.000 = Rp700.000.000
Lalu, PPh Final = 0,5% x Rp700.000.000 = Rp3.500.000

Cara Membayar Pajak UMKM

Berikut adalah langkah-langkah membayar pajak untuk mematuhi Peraturan dan Perizinan UMKM.

A. Buat Kode Billing

Pembuatan kode billing bisa dilakukan secara online maupun offline. Bila memilih layanan offline, Anda dapat mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau KP2KP (Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan).

Dapat pula menghubungi pihak teller atau bagian customer service bank/kantor pos persepsi. Nomor yang dapat Anda hubungi adalah kontak Kring Pajak: 1500200.

Sementara untuk pembuatan billing secara online bisa dilakukan lewat situs DJP Online, melalui internet banking, mesin ATM, serta penyedia jasa aplikasi perpajakan.

Dalam pembuatannya, Anda memerlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yakni NPWP penyetor pajak, kode jenis setoran, kode jenis pajak, masa dan tahun pajak, dan terakhir adalah nominal pajak yang hendak dibayar.

B. Bayar Pajak UMKM

Sesudah kode billing diperoleh, langkah berikutnya adalah membayar pajak. Bayar sesuai nominal yang wajib disetorkan. Pembayaran dapat dilakukan lewat kantor pos atau bank persepsi, melalui mobile banking, atau internet banking.

C. Menyimpan Struk Pembayaran

Langkah terakhir dalam membayar pajak menurut peraturan pajak UMKM terbaru, simpan struk pembayaran dengan baik. Hal ini berguna untuk berjaga-jaga apabila di kemudian hari terdapat masalah yang berkaitan dengan kewajiban membayar pajak.

Sanksi Denda

Perlu diingat pula, bahwa peraturan mengenai sanksi berupa denda akibat terlambat melaporkan atau membayar pajak sudah berubah. Peraturan paling baru yang menentukan tarif sanksi terlambat membayar pajak diatur dalam UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Mulai sekarang, terdapat tarif bunga di dalam sanksi administrasi pembayaran pajak yang ditetapkan Menteri Keuangan. Kalkulasinya berdasarkan pada suku bunga dari bank sentral Indonesia.

Tarif bunga dalam sanksi ini dipakai sebagai dasar dalam menghitung nominal sanksi kepada WP yang tidak memenuhi ketentuan.

Maka, dapat disimpulkan bahwa sanksi berupa denda ini bisa berbeda setiap bulan, bergantung pada besar bunga sanksi dari administrasi perpajakan yang sudah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Mengetahui Peraturan Pajak UMKM kerap menimbulkan rasa takut bagi sejumlah kalangan pengusaha. Beberapa tidak ingin memberitahu besar omset sebenarnya, sehingga mereka tidak perlu membayar pajak. Nyatanya, kebijakan inilah yang mampu mendorong perekonomian dan mengembangkan bisnis Anda.